Thursday, June 30, 2016

NIKMATNYA AYAM GORENG DARI TANTE RINI

Pada waktu itu aku pulang dari kampus sekitar pukul 20:00 karena ada kuliah malam. Sesampainya di tempat kost, perutku minta diisi. Aku langsung saja pergi ke warung tempat langgananku di depan rumah.
Warung itu milik Ibu Rini, usianya 30 tahun. Dia seorang janda ditinggal mati suaminya dan belum punya anak. Orangnya cantik dan bodynya bagus. Aku melihat warungnya masih buka tapi kok kelihatannya sudah sepi. Wah, jangan-jangan makanannya sudah habis, aduh bisa mati kelaparan aku nanti. Lalu aku langsung masuk ke dalam warungnya.



“Tante..?”
“Eee.. Dik Fendi, mau makan ya?”
“Eee.. ayam gorengnya masih ada, Tante?”
“Aduhh.. udah habis tuch, ini tinggal kepalanya doang.”
“Waduhh.. bisa makan nasi tok nich..” kataku memelas.
“Kalau Dik Fendi mau, ayo ke rumah tante. Di rumah tante ada persediaan ayam goreng. Dik Fendi mau nggak?”
“Terserah Tante aja dech..”
“Tunggu sebentar ya, biar Tante tutup dulu warungnya?”
“Mari saya bantu Tante.” Lalu setelah menutup warung itu, saya ikut dengannya pergi ke rumahnya yg tdk jauh dari warung itu.
Sesampai di rumahnya..
“Dik Fendi, tunggu sebentar ya. Oh ya, kalau mau nonton TV nyalakan aja.. ya jangan malu-malu. Tante mau ganti pakaian dulu..”
“Ya Tante..” jawabku.
Lalu Tante Rini masuk ke kamarnya, terus beberapa saat kemudian dia keluar dari kamar dengan hanya mengenakan kaos dan celana pendek warna putih. Wow keren, bodynya yg sexy terpampang di mataku, puting susunya yg menyembul dari balik kaosnya itu, betapa besar dan menantang susunya itu. Kakinya yg panjang dan jenjang, putih dan mulus serta ditumbuhi bulu-bulu halus. Dia menuju ke dapur, lalu aku meneruskan nonton TV-nya. Setelah beberapa saat.
“Dik.. Dik Fendi.. coba kemari sebentar?”
“Ya Tante.. sebentar..” kataku sambil berlari menuju dapur.
Setelah sampai di pintu dapur.
“Ada apa Tante?” tanyaku.
“E.. Tante cuman mau tanya, Dik Fendi suka bagian mana.. dada, sayap atau paha?”
“Eee.. bagian paha aja, Tante.” kataku sambil memandang tubuh Tante Rini yg tdk bisa diungkapkan oleh kata-kata.
Tubuhnya begitu indah.
“Dik Fendi suka paha ya.. eehhmm..” katanya sambil menggoreng ayam.
“Ya Tante, soalnya bagian paha sangat enak dan gurih.” kataku.
“Aduhh Dik.. tolong Dik.. paha Tante gatel.. aduhh.. mungkin ada semut nakal.. aduhh..” Aku kaget sekaligus bingung, kuperiksa paha Tante.
Tdk ada apa-apa.
“Nggak ada semutnya kok Tante..” kataku sambil memandang paha putih mulus plus bulu-bulu halus yg membuat k0ntolku naik 10%.
“Masak sih, coba kamu gosok-gosok pakai tangan biar gatelnya hilang.” pintanya.
“Baik Tante..” lalu kugosok-gosok pahanya dengan tanganku.
Wow, begitu halus, selembut kain sutera dari China.
“Bagaimana Tante, sudah hilang gatelnya?”
“Lumayan Dik, aduh terima kasih ya. Dik Fendi pintar dech..” katanya membuatku jadi tersanjung.
“Sama-sama Tante..” kataku.
“Oke, ayamnya sudah siap.. sekarang Dik Fendi makan dulu. Sementara Tante mau mandi dulu ya.” katanya.
“Baik Tante, terima kasih?” kataku sambil memakan ayam goreng yg lezat itu.
Disaat makan, terlintas di pikiranku tubuh Tante Rini yg telanjang. Oh, betapa bahagianya mandi berdua dengannya. Aku tdk bisa konsentrasi dengan makanku. Pikiran kotor itu menyergap lagi, dan tak kuasa aku menolaknya. Tante Rini tdk menyadari kalau mataku terus mengikuti langkahnya menuju kamar mandi.
Ketika pintu kamar mandi telah tertutup, aku membayangkan bagaimana tangan Tante Rini mengusap lembut seluruh tubuhnya dengan sabun yg wangi, mulai dari wajahnya yg cantik, lalu pipinya yg mulus, bibirnya yg sensual, lehernya yg jenjang, susunya yg montok, perut dan pusarnya, terus memeknya, bokongnya yg montok, pahanya yg putih dan mulus itu.

Aku lalu langsung saja mengambil sebuah kursi agar bisa mengintip lewat kaca di atas pintu itu. Di situ tampak jelas sekali. Tante Rini tampak mulai mengangkat ujung kaosnya ke atas hingga melampaui kepalanya. Tubuhnya tinggal terbalut celana pendek dan BH, itu pun tak berlangsung lama, karena segera dia melucutinya. Dia melepaskan celana pendek yg dikenakannya, dan dia tdk memakai CD.
Kemudian dia melepaskan BH-nya dan meloncatlah susunya yg besar itu. Lalu, dengan diguyur air dia mengolesi seluruh tubuhnya dengan sabun LUX, lalu tangannya meremas kedua susunya dan berputar-putar di ujungnya. Kejantananku seakan turut merasakan pijitannya jadi membesar sekitar 50%. Dengan posisi berdiri sambil bersandar tembok, Tante Rini meneruskan gosokannya di daerah selangkangan, sementara matanya tertutup rapat, mulutnya menyungging. Beberapa saat kemudian..
“Ayo, Dik Fendi.. masuk saja tak perlu mengintip begitu, kan nggak baik, pintunya nggak dikunci kok!” tiba-tiba terdengar suara dari Tante Rini dari dalam.
Seruan itu hampir saja membuatku pingsan dan amat sangat mengejutkan.
“Maaf yah Tante. Fendi tdk sengaja lho,” sambil pelan-pelan membuka pintu kamar mandi yg memang tdk terkunci.
Tetapi setelah pintu terbuka, aku seperti patung menyaksikan pemandangan yg tdk pernah terbayangkan. Tante Rini tersenyum manis sekali dan..
“Ayo sini dong temani Tante mandi ya, jangan seperti patung gicu?”
“Baik Tante..” kataku sambil menutup pintu.
“Dik Fendi.. burungnya bangun ya?”
“Iya Tante.. ah jadi malu saya.. abis Fendi liat Tante telanjang gini mana harum lagi, jadi nafsu saya, Tante..”
“Ah nggak pa-pa kok Dik Fendi, itu wajar..”
“Dik Fendi pernah ngesex belum?”
“Eee.. belum Tante..”
“Jadi, Dik Fendi masih perjaka ya, wow ngetop dong..”
“Akhh.. Tante jadi malu, Fendi.” Waktu itu bentuk celanaku sudah berubah 70%, agak kembung, rupanya Tante Rini juga memperhatikan.
“Dik Fendi, burungnya masih bangun ya?” Aku cuman mengangguk saja, dan diluar dugaanku tiba-tiba Tante Rini mendekat dengan tubuh telanjangnya meraba k0ntolku.
“Wow besar juga burungmu, Dik Fendi..” sambil terus diraba turun naik, aku mulai merasakan kenikmatan yg belum pernah kurasakan.
“Dik Fendi.. boleh dong Tante liat burungnya?” belum sempat aku menjawab, Tante Rini sudah menarik ke bawah celana pendekku, praktis tinggal CD-ku yg tertinggal plus kaos T-shirtku.
“Oh.. besar sekali dan sampe keluar gini, Dik Fendi.” kata Tante sambil mengocok k0ntolku, nikmat sekali dikocok Tante Rini dengan tangannya yg halus mulus dan putih itu.
Aku tanpa sadar terus mendesah nikmat, tanpa aku tahu, k0ntolku ternyata sudah digosok-gosokan diantara buah dadanya yg montok dan besar itu.
“Ough.. Tante.. nikmat Tante.. ough..” desahku sambil bersandar di dinding.
Setelah itu, Tante Rini memasukkan k0ntolku ke bibirnya, dengan buasnya dia mengeluar-masukkan k0ntolku di mulutnya sambil sekali-kali menyedot, kadang-kadang juga dia menjilat dan menyedot habis 2 telur kembarku. Aku kaget, tiba-tiba Tante Rini menghentikan kegiatannya. Dia pegangi k0ntolku sambil berjalan ke arah bak mandi, lalu Tante Rini nungging membelakangiku, sebongkah pantat terpampang jelas di depanku.
“Dik Fendi.. berbuatlah sesukamu.. kerjain Tante ya?!” Aku melihat pemandangan yg begitu indah, memek dengan bulu halus yg tdk terlalu lebat.
Lalu langsung saja kusosor memeknya yg harum dan ada lendir asin yg begitu banyak keluar dari memeknya. Kulahap dengan rakus memek Tante Rini, aku mainkan lidahku di klitorisnya, sesekali kumasukkan lidahku ke lubang memeknya.
“Ough Fenn.. ough..” desah Tante Rini sambil meremas-remas susunya.
“Terus Fen.. Fenn..” aku semakin keranjingan, terlebih lagi waktu kumasukkan lidahku ke dalam memeknya ada rasa hangat dan denyut-denyut kecil semakin membuatku gila.
Kemudian Tante Rini tidur terlentang di lantai dengan kedua paha ditekuk ke atas.
“Ayo Dik Fendi.. Tante udah nggak tahan.. mana burungmu Fen?”
“Tante udah nggak tahan ya?” kataku sambil melihat pemandangan demikian menantang, memeknya dengan sedikit rambut lembut, dibasahi cairan harum asin demikian terlihat mengkilat, aku langsung menancapkan k0ntolku di bibir memeknya. “Aoghh..” teriak Tante Rini.
“Kenapa Tante..?” tanyaku kaget.
“Nggak.. Nggak apa-apa kok Fen.. teruskan.. teruskan..” Aku masukkan kepala k0ntolku di memeknya.
“Sempit sekali Tante.. sempit sekali Tante?”
” Nggak pa-pa Fen.. terus aja.. soalnya udah lama sich Tante nggak ginian.. ntar juga enak kok..” Yah, aku paksa sedikit demi sedikit, baru setengah dari k0ntolku amblas.
Tante Rini sudah seperti cacing kepanasan menggelepar kesana kemari.

“Ough.. Fen.. ouh.. Fen.. enak Fen.. terus Fen.. oughh..” desah Tante Rini, begitu juga aku walaupun k0ntolku masuk ke memeknya cuman setengah tapi kempotannya sungguh luar biasa, nikmat sekali. Semakin lama gerakanku semakin cepat, kali ini k0ntolku sudah amblas dimakan memek Tante Rini.
Keringat mulai membasahi badanku dan badan Tante Rini. Tiba-tiba Tante Rini terduduk sambil memelukku dan mencakarku.
“Oughh Fen.. ough.. luar biasa.. oughh.. Fenn..” katanya sambil merem melek.
“Kayaknya aku mau orgasme.. ough..” k0ntolku tetap menancap di memek Tante Rini.
“Dik Fendi udah mau keluar ya?” Aku menggeleng, kemudian Tante Rini terlentang kembali.
Aku seperti kesetanan menggerakkan badanku maju mundur, aku melirik susunya yg bergelantungan karena gerakanku, aku menunduk, kucium putingnya yg coklat kemerahan. Tante Rini semakin mendesah,
“Ough.. Fenn..” tiba-tiba Tante Rini memelukku sedikit agak mencakar punggungku.
“Oughh.. Fenn.. aku keluar lagi..” Memeknya kurasakan semakin licin dan semakin besar, tapi denyutannya semakin kerasa.
Aku dibuat terbang rasanya. Ah, rasanya aku sudah mau keluar. Sambil terus goyang, kutanya Tante Rini.
“Tante.. aku keluarin di mana Tante..? Di dalam boleh nggak..?”
“Terseraahh.. Fennnn..” desah Tante Rini. Kupercepat gerakanku, burungku berdenyut keras, ada sesuatu yg akan dimuntahkan oleh k0ntolku.
Akhirnya semua terasa enteng, badanku serasa terbang, ada kenikmatan yg sangat luar biasa. Akhirnya kumuntahkan laharku dalam memek Tante Rini, masih kugerakkan badanku dan rupanya Tante Rini orgasme kembali lalu dia gigit dadaku, cerita sex
“Oughh..”
“Dik Fendi.. Fenn.. kamu memang hebat..” Aku kembali mangenakann CD-ku serta celana pendekku.
Sementara Tante Rini masih tetap telanjang, terlentang di lantai.
“Dik Fendi.. kalo mau beli makan malam lagi yah.. jam-jam sekian aja ya..” kata Tante Rini menggodaku sambil memainkan puting dan klitorisnya yg masih nampak bengkak.
“Tante ingin Dik Fendi sering makan di rumah Tante ya..” kata Tante Rini sambil tersenyum genit.
Kemudian aku pulang, aku jadi tertawa sendiri karena kejadian tadi. Ya gimana tdk ketawa cuma gara-gara
“Ayam Goreng” aku bisa menikmati indahnya bercinta dengan Tante Rini. Dunia ini memang indah.

No comments:

Post a Comment

Comments system